Dengan jelas Allah menerangkan di dalam Al-qur’an, bahwa kepercayaan selain
Allah adalah syirik hukumnya dan orang yang mensirikkan Allah akan mendapat
azab yang pedih di dalam Neraka Jahannam serta kekal untuk selama-lamanya.
Islam menetapkan, bahwa : tidak ada yang patut di sembah dengan
sebenar-benarnya, melainkan Allah. Laa Ilaaha Illallah, itulah pujian
kaum muslimin. Dengan kepercayaan yang demikian inilah, Islam mengembalikan
manusia kepada fitrah manusia dan dengan itu pulalah Islam setuju berada dalam
hal kepercayaan terhadap agama-agama lain diluar Islam.
Akal manusia pasti akan menolak
sekiranya di langit dan di bumi ini ada tuhan-tuhan selain Allah, sebab kalau
terjadi demikian, maka rusaklah langit dan bumi itu. Hal ini disebabkan
masing-masing tuhan itu wajib sempurna baik kekuasaanya maupun kehendaknya dan
dapat dipastikan bahwa tuhan yang satu tidak mau tunduk pada tuhan yang lain
dan ini mustahil.
Selanjutnya untuk mengetahui sejauh mana
fitrah dan akal manusia berperan dalam masalah aqidah, ada baiknya kita cermati
pendapat Syeikh Ali Thanthawi dalam kitabnya yang berjudul : “ Ta’rif Am bi
Dinnil Islam, Fasal Qawaa’idul ‘Aqaid yang penulis ringkas dalam pointers
berikut : Pertama : apa yang saya dapat dengan indera saya, saya yakini
adanya, kecuali bila akal saya mengatakan “tidak” berdasarkan pengalaman masa
lalu. Kedua : keyakinan, disamping diperoleh dengan menyaksikan
langsung, bisa melalui berita yang diyakini kejujuran si pembawa berita. Ketiga
: anda tidak berhak memungkiri wujudnya sesuatu, hanya karena anda tidak
bisa menjangkaunya dengan indera mata. Keempat :
Seseorang hanya
boleh menghayalkan sesuatu yang sudah dijangkau oleh inderanya. Kelima : Akal
hanya bisa menjangkau hal-hal yang terikat dengan ruang dan waktu. Keenam : Iman
sebagai fitrah fitrah manusia yang terlahir di alam dunia. Ketujuh : Kepuasan
material dalam kehidupan manusia sangat terbatas. Kedelapan : keyakinan
tentang hari akhir merupakan konsekwensi logis dari keyakinan tentang adanya
Allah. Sebagai seorang mukmin harus menyadari bahwa keimanan yang ada pada
dirinya memiliki pengaruh langsung dalam totalitas kehidupan yang dijalani. Abu
‘Ala Maududi mengemukakan beberapa pengaruh iman dalam kehidupan manusia, yaitu
: 1) Manusia yang beriman tidak mungkin berpandangan sempit dan berakal pendek.
2) Keimanan mengangkat manusia kederajat yang paling tinggi dalam harkatnya
sebagai manusia. 3) Keimanan mengalir kedalam diri manusia, rasa kesederhanaan
dan kesehajaan. 4) Keimanan membuat manusia menjadi suci dan benar. 5) Orang
yang beriman mempunyai kemauan yang kuat, kesabaran yang tinggi dan kepercayaan
yang teguh kepada Allah dalam segala hal. 6) Orang yang beriman tidak bakal
putus asa atau patah hati dengan keadaan yang dihadapi. 7) Keimanan membuat keberanian
dalam diri manusia. 8) Keimanan dapat mengembangkan sikap cinta damai dan
keadilan, menghalau rasa cemburu, dengki, dan iri hati. 9) Keimanan membuat
manusia menjadi taat dan patuh kepada hukum-hukum Allah.
Seseorang yang
beriman, yakin bahwa Allah mengetahui segalanya, baik yang nyata maupun yang
tersembunyi dari pandangan manusia. Manusia dapat menyembunyikan sesuatu kepada
orang lain, tetapi tidak dapat menyembunyikannya dihadapan Allah SWT. Semakin
kukuh keyakinan seseorang semakin patuh ia terhadap perintah – perintah Allah.
Ia akan menghindari perbuatan – perbuatan yang dilarang Allah dan mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya
walaupun dalam kegelapan dan seorang diri. Menurut Al-Qur’an, kehidupan manusia
sudah dimulai sejak dari alam arwah, sebagai mana dinyatakan dalam Al-Qur’an surat
al-A’raf :72;
Menurut
Osman Raliby ajaran Islam tentang ke-esa-an tuhan adalah sebagai berikut
: 1) Allah Maha Esa dalam Zat-Nya. 2) Allah Maha Esa dalam Sifat-sifat-Nya. 3)
Allah Maha Esa dalam perbuatan-perbuata-Nya. 4) Allah Maha Esa dalam wujud-Nya.
5) Allah Maha Esa dalam menerima ibadah. 6) Allah Maha Esa dalam menerima hajad
dan hasrat manusia. 7) Allah Maha Esa dalam memberi hukum.
Kata Allah mempunyai
pengertian yang sangat luas, mencakup pengertian Rububiyah dan Mulkiyah. Maka
inilah yang dipilih Allah SWT, untuk kalimat thayibah yaitu : “La Iiaaha
Illaallah”. Iqrar ini bersifat komprehensif yang mencakup pengertian : 1) La
Khaliqa Illallah (tidak ada yang Maha Mencipta kecuali Allah), 2) La
Raziqa Illallah (tidak ada yang Maha Memberi rizqi kecuali Allah), 3) La
Hafizah Illallah (tidak ada yang Maha Memelihara kecuali Allah), 4) La Mudabbira
Illallah (tidak ada yang Maha Mengelo9la kecuali Allah), 5) La Malika
Illalah (tidak ada yang Maha Memiliki Kerajaan kecuali Allah), 6) La
Waliya Illallah (tidak ada yang Maha Memimpin kecuali Allah), 7) La Hakima Illallah (tidak ada yang Maha
Menentukan Aturan kecuali Allah), 8) La Ghayata Illallah (tidak ada yang
Maha Menjadi Tujuan kecuali Allah), 9) La Ma’buda Illallah (tidak ada
yang Maha Disembah kecuali Allah).
Mengikrarkan kalimat tauhid (La Illaha Illallah) dapat menyadarkan
manusia akan dirinya dan segala yang dimiliki adalah kepunyaan Allah SWT. Ia
dengan sepenuh hati menerima Allah sebagai penguasa tunggal dalam kehidupan,
sebagai sumber haqiqi kebenaran yang memiliki kehendak dan kekuasaan seluruh alam. Kalimat tauhid yang
diikrarkan seorang muslim menghujam kedalam diri, yang akan diaktualisasikan
dalam kehidupan individu sampai pada kehidupan bermasyarakat, dan bernegara.
Dengan mengikrarkan kalimat tauhid, diharapkan semua aspek kehidupan dan
pengabdian manusia akan menyelamatkannya dari berbagai bentuk kesengsaraan,
kehinaan dan mengantarkan manusia dalam memperoleh keselamatan dan kejayaan hidup
di dunia dan di akhirat.